Coretan di sudut meja itu berkisah.
Dirinya ialah saksi pewaris bangsa.
Yang dibesarkan impian membangun negara.
Yang dibuai ambisi mendidik pencetak peradaban.
Katanya, coretan di sudut meja merindu,
oleh cerah matahari yang memerangi gelap kebodohan,
oleh riuh hujan pelepas dahaga keilmuan,
oleh kertas lusuh bertintakan pengetahuan.
Namun, coretan di sudut meja ditelan kecewa.
Bagai dipeluk ruang yang dialunkan kisah nestapa.
Ia jadi saksi impiannya tertimbun jauh di kaki Pertiwi.
Oleh pewaris bangsa yang sibuk dicekoki materi.
Bagai asap yang berteman baik dengan api.
Pembelajarnya akrab dengan kecurangan.
Digoda nilai sebagai alat membusung dada.
Ruang kejujuran semakin diacuhkan; ditinggalkan.
Yang disematkan bukan lagi pahlawan tanpa tanda jasa.
Namun, pahlawan berselendang gaji buta.
Pendidikan tinggi tidak menjamin nurani.
Karena yang pintar sering kali membodohi negeri.
Katanya “Untuk apa sekolah tinggi?”
“Jika nurani teracuni, bahkan mati.”
Mungkin dalam dunia pendidikan,
butuh kelas kemanusiaan.
Tanah Pertiwi dipijaki jutaan kaki.
Yang tak berpayung pendidikan karena kurang materi.
Pendidiknya hidup tak mumpuni.
Kerap kali diabaikan, tak bisa membeli nasi.
“Kapan manisnya pendidikan datang?”
Harapannya tak pernah benar-benar hilang.
Hanya menunggu ditemukan.
Oleh sesiapa yang bergelar pahlawan pendidikan.
Puisi karya Syalwa Dhiya Alam Putri
Instagram: @syalwadhiya
mantap, semangat teruuus
BalasHapusWiiih bagus bangeett
BalasHapusbagus banget, semangat terus ya
BalasHapusMantap bagus bangett, terus semangat buat berkarya yaa
BalasHapuskerenn
BalasHapusbagus bangeettt
BalasHapusMantap banget lanjutkannπ₯π₯π₯
BalasHapussemangattt
BalasHapusWEHHH KERENNN BANGETT NII WAWAAππππππ ππ€£π₯°πππππ
BalasHapusTERUS BERKARYA CORETAN MEJA ✊✊✊
BalasHapussuka bgt puisinya
BalasHapuskeren bgt awaaaπ
BalasHapusMantaapp awaaaππ
BalasHapus