Minggu, 15 November 2020

0

Cloudy by Alvida Nor Puspita

Cloudy

Aku bernama popo yang dilahirkan dari keluarga sederhana dan mencoba untuk terus memendam sakit hati ku terhadap keluargaku. Aku duduk di bangku sekolah SMP, tepatnya di kelas 8 SMP. Setiap hari, aku menjalankan hari-hari biasaku dengan manusia pada umumnya, tetapi sungguh aku merasa lelah mendengar orang tuaku yang terus berantem setiap hari karena mereka sibuk masing-masing dengan pekerjaan mereka masing-masing, dan akulah yang menjadi pelampiasan mereka dengan setiap hari memarahiku tanpa sebab. Iyaa terkadang aku merasa aku bukan anak yang diimpikan mereka. Saat ibu aku hamil, mereka menginginkan anak laki-laki. Akan tetapi, tuhan berkata lain, mereka melahirkan seorang anak perempuan, dan iya itu aku, dan anak satu-satunya yang mereka punya. 

Setiap hari pada saat di sekolah, aku mencoba untuk bersikap biasa saja, mencoba untuk gapapa, dan tetap tersenyum terhadap semuanya, baik itu teman-teman sekolahku, guru dan warga sekolah. Tetapi, sejujurnya aku capek, aku lelah, gatau harus apa, sering sedih tanpa sebab. Dan terkadang setelah selesai beribadah, aku sering meneteskan air mata ku entah karena aku capek dengan keadaan yang aku alami dirumah setiap hari atau gimana akupun tidak tau. Aku hanya berdoa agar memiliki ketenangan di dalam rumah dan aku hanya berharap kedua orang tua ku tidak memarahiku tanpa sebab dan mereka berdua tidak berantem lagi.

Tetapi, aku bersyukur karena aku masih bisam mempertahankan prestasi akademik ku, walaupun perasaan yang aku alami tidak sebaik dengan keliatannya. Suatu hari, aku merasa aku bener-bener capek tanpa sebab padahal tidak ngapa-mgapain, dan yap seperti biasa orang tuaku memarahiku disaat mereka melihat aku sedang capek dengan alasan aku bermalas-malasan, tidak mau belajar, dan hanya bisa tidur doang kerjaan nya. Yap, kedua orang tua ku benar-benar tidak mengerti perasaanku. Hingga pada akhirnya aku curhat kepada sahabat aku.

Aku bukannyaa gak bersyukur dengan apa yang aku punya, tetapi aku sudah capek dengan semua yang aku alamin akibat tidak ada ketenangan sama sekali dirumah. Semakin sekeras apapun aku berusaha untuk baik-baik saja, rasanya sangat sulit untuk bisa bersyukur dengan keadaan ku yang semakin hari tidak ada ketenangan. Aku sangat kesepian, sedih, tidak berharga di mata kedua orang tua ku, dan aku diam-diam hanya bisa menangis dan menangis. Aku masih memiliki teman yang banyak, kehdupan yang sederhana, tetapi yang aku rasakan hanya kehampaan yang menurut aku abadi. Sahabat aku menyuruhku untuk pergi ke psikiater. Setelah sahabatku memberiku saran, keesokannya pun aku pergi ke psikiater selama beberapa bulan. Tetapi tidak memberi efek apapun dan tidak ada hasilnya. Hingga pada akhirnya aku sempat berpikir untuk aku harus mati saja supaya hidupku tenang. Aku memutuskan untuk merencanakan sebulan sebelum aku bunuh diri.

Tetapi menariknya, di hari ke 15 sebelum aku memutuskan untuk bunuh diri, tiba-tiba aku bertemu dengan ustad di jalan saat aku pulang sekolah (dia yang mengajarkan aku ngaji di waktu umur 5 tahun). Dia sudah lama sekali tidak mengajarkan aku ngaji karena selama beberapa tahun harus ke luar kota karena ada urusan yang harus dia jalankan. Aku bercerita kepada guru ku mengenai apa yang aku alami dirumah dan lain-lain. Ustadku hanya berkata, mengadulah kepada tuhan, berdoalah, beribadahlah kepada tuhan, in shaa allah akan diberi jalan keluar yang diberikan secara perlahan. Dekatkan tuhan mu, perbanyak amalan sunnah. 

Oke setelah itu aku berterimakasih kepada guru ngaji ku. Saat aku sampai dirumah aku coba terapkan apa yang guru ngaji ku itu memberikan sebuah saran. Dan setelah beberapa bulan kemudian, beneran tuhan memberikan ku sebuah jalan keluarnya. Dan secara perlahan-lahan hati kedua orang tua ku dilembutkan oleh tuhan.

Pada akhirnya aku tidak jadi untuk bunuh diri. Dan aku belajar banyak hal mengenai apa yang aku alamin selama bertahun-tahun.

Nama : Alvida Nor Puspita

ID Instagram : vidapst

0 comments:

Posting Komentar