Langit yang Tak Sama
Aku berjalan memecah kesunyian malam dengan deru nafas dan helaan penat, kucoba
menelusuri jalan. Hatiku terasa sesak sedang fikirku, berkelana bagai tau bagaimana
menambah beban. Kini aku sampai dipersimpangan jalan yang tak jauh lagi akan
menghantarkanku ke sebuah tempat yang dinamakan rumah. Lucu bukan, disaat orang-orang
sangat ingin berpulang, aku justru sebaliknya. Disaat rumah bermakna hangat bagiku rumah
hanyalah sebuah tempat yang menyesakkan dengan penuh kenangan dan kepura-puraan. Ingin
rasanya berpulang ke tempat dimaana kau berada, kau yang pergi dan meninggalkanku.
“Assalamualaikum,” ucapku menunggu jawaban di depan pagar.
“Walaikumsalam, gimana tadi kuliahnya?” balas wanita paruh baya sibuk membukakan pagar
untukku.
“Seperti biasa, ibu kenapa belum tidur?” tanyaku padanya yang aku tahu ia sama lelahnya
denngan ku.
“Sebentar lagi tidur, kamu sudah makam belum? Kalau belum, makan dulu tadi ibu masak
buat kamu, jangan lupa bersih- bersih terus istirahat ya cantik,” ucapnya sembari mengelus
pelan pipiku.
“Iya, ibu juga tidur ya, istirahat,” balasku mengakhiri percakapan.
Ku hempaskan tubuhku ke ranjang, kutatap lekat langit- langit. Kembali terlintas raut
wajahnya, seorang wanita yang tak lagi muda, entah mengapa hatiku terasa sesak
menyaksikan serta mendengar segala kebohongan yang ada. Aku tahu bahwa semua tak baik-
baik saja, aku tahu ia pun lelah namun mencoba bertahan. Sudah tiga bulan sejak aku bekerja
paruh waktu di sebuah restorant, dan sudah 5 bulan sejak tragedi naas itu, tragedi dimana
mengubah kehidupanku dan juga ibuku.
“Rara kesayangan ayah tumben mandi,” ucap ayah usil menggodaku.
“Ihh ayah apasi, malu tau!” balasku jengkel.
“Ada apa si yah, suka iseng deh anaknya digangguin mulu,” ucap ibu menggelengkan kepala
akan tingkah ayahku.
“Bu, aku digangguin papah mulu nih,” ucapku lari kepelukan ibu meminta pembelaan.
“udah biarin aja ayahnya, kamu ikut ibu aja yuk sarapan,” ajak ibuku meninggalkan ayah.
“Jahat nih, masa ayah ga diajak?” ucap ayahku sembari mengejar kami.
Kring.... kring.... Kring... Kring...
Dering jam berhasil membangunkan sekaligus membawa diriku tersadar bahwa semua itu
hanyalah mimpi. Perlahan sesaat tersadar kurengkuh tubuhku, kucoba menahan tangisku
namun tanpa sadar setetes air mata terjatuh kepipiku. Sebuah mimpi yang amat kudamba
keberadaannya. Ya, ayahku yang telah lama kurindu, yang kini kehadirannya sangat aku dan
ibuku harapkan. Seorang laki-laki yang mampu mengubah hidup kami akan ketidak
hadirannya. Kucoba menahan diri, kuambil handuk mencoba melepas diri dengan guyuran air
dingin dipagi hari.
“Selamat pagi, ibu masak apa?” sapa ku melihat ibu sibuk di dapur.
“Tumben kamu bangun pagi banget, ini ibu lagi masak buat sarapan sebentar lagi masak
kok,” balasnya yang masih sibuk mengaduk masakan.
“Bu, nanti aku pulang malam lagi ya,” ucapku seraya mencicipi masakannya.
“Semenjak kepergian ayah kenapa kamu jadi suka pulang malam nak?” tanya ibu keheranan.
“Tugas kuliah aku numpuk bu, jadi mau gamau deh aku gini,” jawabku singkat berharap ibu
tak curiga,
“Yaudah, tapi jangan pulang malam banget ya,” ucap ibuku.
“Siap mamah cantik,” balasku memperlihatkan seyum indahku.
Sebenarnya aku tidak mau terus menerus berbohong tentang pekerjaan paruh waktuku kepada
ibu, namun bagaimana lagi hanya ini yang dapat kulakukan agar tidak menambah bebannya.
Apalagi selepas kepergian ayahku, ibuku sering jatuh sakit. Oleh karena itu aku harus bekerja
paling tidak untuk mencukupi kebutuhan ibu dan pengobatannya. Sebenarnya ibu pernah
curiga akan uang yang selalu kuberikan, hingga aku terpaksa berbohong bahwa itu merupakan
uang beasiswa yang kudapat. Aku terpaksa berbohong agar mamah mau menerima dan tidak
merasa sedih mengetahui bahwa kini aku harus bekerja untuk agar dapat mencukupi
kebutuhan kami.
“Sya, selesai ini kamu ada acara ga? Kerjain tugas bareng yuk,” ajak Rizka pada Syasya tepat
didepanku.
“ Rara, kamu ikut juga yuk,” ajaknya tepat sebelum aku pergi.
“Maaf Rizka, tapi aku ga ikut dulu ya,” balasku tak enak hati pada mereka.
“Oh iya gapapa kok,” jawab Rizka.
Ini, sudah bukan pertama kali aku menolak ajakan teman-temanku. Sebenarnya aku yang dulu
seorang wanita yang ceria dan suka berteman dengan siapa saja, terlebih lagi aku yang dulu
suka sekali mengikuti organisasi di kuliah. Namun semenjak kepergian ayahku, entah
mengapa aku lebih suka untuk menyendiri, belum lagi aku harus bekerja sehingga membuat
diriku semakin jauh dengan teman-teman. Pada akhirnya, aku memutuskan untuk keluar dari
semua organisasi yang telah aku ikuti. Aku rasa mereka juga mengerti akan perubahan diri
dan sikapku setelah kepergian ayah, sebenarnya banyak dari mereka mecoba mendekati dan
berusaha memahamiku. Namun lagi- lagi aku mencoba menutup diri.
Kini aku sedang berjalan di sebuah persimpangan menuju tempatku bekerja. Tak lama saat
aku mengedarkan pandangan, mataku bertemu dengan seorang gadis berambut ikal panjang,
samar aku pun menyadari siapa dia, dengan cepat aku membalik berharap dia tak
menyadariku. Belum sempat aku berlari terdengar suara dengan riang memanggil namaku,
“Eh, Rara?! Rara!” sapanya dengan ceria.
Tak lama kemudian terdengar derap kaki menghampiri diriku. Aku berusaha meyakinkan
diriku bahwa tak apa untuk sekadar bertemu sapa, lagi pula aku dapat beralasan untuk
menyudahi nantinya. “Oh haii” ucapku canggung bersamaan dengan lambaianku padanya.
“Ganyangka banget bisa ketemu sama kamu, oh ya anak- anak kan lagi negrjain tugas
bersama, kamu ga ikut?” tanya Indri padaku.
“Oh itu aku ngga ikut, kebetulan aku memang ada urusan,” jawabku.
“Oh gitu, yaudah kalau gitu aku pergi dulu ya. Kamu juga kayaknya lagi buru- buru,” ucap
Indri padaku.
“Iya duluan ya, hati- hati Indri,” ucapku yang dibalas anggukan olehnya.
Aku bersyukur dalam hati dapat mengakhiri percakapan dengan cepat, aku tidak mau teman-
temanku mengetahui tentang pekerjaanku. Bukan karena malu tapi aku hanya takut nantinya
berita tersebut akan tersebar hingga ke telinga ibu. Aku merasa cukup aku yang menopang
beban ini dan ibuku tidak boleh lagi terluka.
Aku kembali berjalan menyusuri jalan yang setiap malam kulewati. Hari ini rumah makan
tempaku bekerja sangat ramai sampai tidak ada waktu untuk sekadar beristirahat. Namun
dibalik lelah ku, aku merasa senang paling tidak jika rumah makan ramai, nantinya aku akan
mendapat bonus. Kugenggam erat plastik ditanganku, sebuah plastik berisikan makanan dari
rumah makan. Tadi sebelum pulang kami diberikan bungkusan makanan untuk dibawa pulang
karena kami sudah bekerja keras. Aku berusaha berjalan secepat mungkin karena aku tahu ibu
pasti menungguku. Sesampainya di persimpangan jalan rumah, kulihat rumah dengan lampu
menyala, sesegera mungkin aku pulang tak enak hati mebiarkan ibu menungguku.
“Assalamualaikum,” ucapku, namun tak seperti biasa salam ku tak kunjung mendapat balasan.
Kubuka pagar dan kuketuk pintu, betapa terkejutnya aku mendapati pintuku tak lagi terkunci.
“Assalamualikum bu, ibu?” kucoba menahan gejolak dihatiku dan segala fikiran buruk yang
merasuk kedalam diriku. Kucoba menelusuri rumah namun tak kunjung aku menemukan ibu.
Kucoba menelfon ibu namun tak ada jawaban, hatiku sesak membayangkan apa yang terjadi.
Kuletakkan tas dan juga makanan yang kubawa di meja, akupun berlari mencoba bertanya
kepada para tetangga namun tidak ada satupun yang tau keberadaannya. Kaki ku lemas
memikirkan keberadaan ibuku. Kembali kutatap lekat foto keluarga kami yang terpajang di
ruang tamu. Air mata mengucur dari pipiku, entah mengapa aku merasa buntu. Aku tidak
dapat menemukan ibuku dan aku tidak tau bagaimana keadaannya. Hatiku sesak
membayangkan aku akan kehilangan dirinya seperti aku kehilangan ayahku dulu.
Drrt.. drrt...
Dengan cepat kuambil handphone ku berharap sebuah panggilan dari ibu, namun dahiku
mengernyit heran saat kulihat nama yang tertera adalah Indri temanku.
“Halo, Assalamualaikum,” ucapku pada Indri.
“Walaikumsalam. Ra, aku mau kasih tau kalo ibu kamu lagi sama aku. Sekarang aku sama
yang lain juga mau kesana. Jadi kamu jangan khawatir ya.” ucapnya disebrang telepon.
“Alhamdulillah, iya Ndri dari tadi aku bingung ibu ada dimana. Makasih ya aku tunggu di
rumah.” ucapku mengakhiri telepon.
Tak lama ku menunggu, sebuah ketukan pintu mengejutkanku. Segera aku berlari dengan
harap ibuku tak terluka. betapa terkejutnya aku, dihadapanku bukan hanya ibu dan Indri tetapi
semua teman kuliah dan teman-teman yang selama ini bersamaku berbagi pengalaman dan
kisah ada dihadapanku.
“Ra?” ucap Dimas menyadarkanku.
“Kalian, kenapa kalian semua kesini? Ibu aku dimana?” ucapku penuh tanya.
“Ibu kamu ada kok di mobil, sekarang kita masuk dulu ya. Ada yang mau kita omongin dan
jelasin.” ucap salah satu teman ku Indri dengan wajah merasa tak enak.
Kini kami semua sudah berkumpul diruang tamu, Ibu yang sedari tadi kucari kini berada
disampingku. Aku berusaha menenagkan pikiran entah mengapa aku merasa janggal dan
bingung akan keberadaan teman- temanku. Hingga akhirnya salah satu dari mereka membuka
suara berusaha menjelaskan apa yang terjadi.
“Aku tau Ra kamu sekarang pasti bingung banget, jadi sebenarnya selama ini aku dan teman-
teman berusaha cari cara buat nolong kamu. Kita tau kamu terpukul atas kepergian ayah kamu
dan kita berusaha ngerti akan sikap kamu selama ini. Tapi Ra, kamu ga sendiri, kita semua
ada buat kamu. Selama ini aku dan yang lain tau kamu bekerja sambilan dan berusaha
menanggung beban semua ini sendiri,” ujar Indri.
“Jujur Ra, kita ga bisa diem aja dan berpura-pura ngga tau. Sampai akhirnya kita memutuskan
untuk diem-diem menghubungi ibu kamu dan menceritakan semua. Ra kamu harus tau kita
semua ada buat kamu jadi aku mohon jangan ngerasa sendiri, kita akan bantu kamu dan
masalah ayah kamu, kamu harus ikhlas Ra. Aku tau memang berat tapi ini semua yang
terbaik.” ucap Indri menahan tangisnya.
Pertahanan ku hancur, kini aku terisak dalam. Tak mampu kumenahan beban yang ada, entah
mengapa ucapan Indri dan keberadaan yang lain mengahangatkan hatiku. Membuat ku
tersadar bahwa aku tak sendiri, bahwa aku tak perlu berusaha kuat menahan segalanya.
“Maaf, maaf aku egois, maaf aku berusaha menjauh dan merasa kuat buat semuanya,” uacpku
terisak dalam.
Kurasakan sentuhan hangat menyentuh punggungku, tak lama kurasakan rengkuhan ibuku,
teramat dalam hingga membuatku luluh. Tangisku tak lagi sesak, kini segala bebanku
mengalir bersama tangisku. Membuat ku sadar akan siksa yang selama ini menjeratku.
Hari berlalu tak terasa, sudah tujuh hari semenjak kejadian malam itu. Kini aku menjalani
hariku yang dulu. Diriku yang ceria dan penuh akan tawa ria. Kini akupun mulai kembali
berorganisasi seperti dulu meskipun aku masih harus tetap membagi waktu dengan
pekerjaanku. Berkat kejadian kemarin aku mengerti, ada kalanya langit biru menakuti,
kicauan pagi hari tak lagi dinanti. Cerahnya langit dan sinar mentari hanya menyesakkan diri
ketika seorang yang teramat berarti pergi, Ketika itu terjadi kunci terbaik hanya diri sendiri.
“Ra, yuk pulang. Udah mau malem.” Indri mengingatkanku.
“Iya,” jawabku. “Aku pulang dulu ya, yah,” ucapku pada ayah yang beristirahat tenang
dibawah timbunan dan rerumputan tanah.
Ayah, aku sudah mengikhlaskan mu. Kau tau, aku beruntung bersama mereka yang selalu
disampingku. Beristirahatlah yang tenang disana. Aku percaya yang maha kuasa mencintaimu
melebihi diriku.
--------------------------------------------------SELESAI--------------------------------------------------
Nama : Mutiah
ID Instagram : @mutiahsiregar
Halo,Saya Rumo mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Muti mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Auliyaa mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah.
BalasHapusHalo, Saya Anisa mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah.
BalasHapusHalo, Saya cella mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, saya Awa mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya depoy mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Eliz mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, saya nurimanimendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Michael mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan karya Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Hasya mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus"Halo, Saya Fatin mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Arika Nurfani mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Intan Helmalia mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, saya Dila mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari mutiah
BalasHapusHalo, Saya Venus Mandala mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Shadya mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHalo, Saya yuvita mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Ephi Phani mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Sigit mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Restu Ayu Lestari mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, saya Lisa mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Restu Ayu Lestari mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Deva Adhelia stefany mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Deva Adhelia stefany mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, saya Salsabila Najhan Safira mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Annisa Dwiyanti mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Assyifa Dinta mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapushallo, saya Rizka Putri Ivoru mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertatik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Hanah mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah, fix harus menang soalnya bagus bangetttt
BalasHapusHalo, Saya Aulia Putri mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Adhisty mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHalo, Saya hani mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya nova risky mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Aurelius mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Sharon Victoria mendukung fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Nur Azizah mendukung feskom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, saya Ratna mendukung fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Olyv mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya aiko mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya abigail mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Monica mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Azzura mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Figo mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Shasnas mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Nida Musyaffa mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya ara mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Nyoman mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Nanda mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Alfiah mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHallo, Saya Abe mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah.
BalasHapusHallo saya fatrah ,saya mendujung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dgn hasil karya mutiah
BalasHapusHalo, Saya Falah mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Nabila mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya zapo mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasil karya dari Mutiah
BalasHapusHalo, Saya Fadiah mendukung kegiatan fescom 2020 dan tertarik dengan hasik karya dari Mutiah
BalasHapus