Hari berjalan seperti biasa, tidak ada detik istimewa yang membuat perasaan bergetar entah itu karena kebahagiaan atau karena kemalangan. Sampai akhirnya manusia-manusia di negaraku mendengar kabar yang tidak menyenangkan. Virus yang menggemparkan dunia itu kini mengambil langkah pertamanya untuk mewabah di negaraku. Cerita sisanya aku yakin kalian sudah tau.
Manusia-manusia kini terperangkap di tempat tinggalnya, hanya bisa memandang cakrawala yang terkadang dipenuhi oleh benda putih yang terbang dengan tenang dan terkadang dipenuhi gemerlap cahaya-cahaya kecil yang ditata dengan sangat elok. Aku juga manusia, dan aku merasakan hal yang demikian.
Aku menyadari sesuatu, bahwa ternyata hidupku yang sebelumnya tidak terlalu buruk. Seharusnya aku lebih banyak bersyukur waktu itu. Aku jadi merasa tidak enak kepada Tuhan. Andai saja waktu itu… Ah berandai-andai hanya membawa pada lingkaran setan.
Aku tahu Tuhan selalu punya rencana dibalik semua kejadian yang Dia tetapkan. Aku tidak tahu rencana-Mu Tuhan. Aku bahkan tidak tahu rencana apa yang aku miliki untuk menghadapi fenomena seperti ini. Yang aku ingat, dulu aku selalu memimpikan libur panjang selama berbulan-bulan dan mengisinya dengan bermalas-malasan sepanjang waktu. Dan disinilah aku sekarang, menghabiskan energi dengan bermalas-malasan tanpa tujuan bak kapal tanpa awak yang terombang ambing di lautan antah-berantah. Ya aku tahu itu analogi yang jelek, aku tidak bisa memikirkan kalimat yang lebih bagus dari itu.
Kenyataan menamparku dengan sangat telak. Ternyata tidak ada hal bagus yang aku dapat dengan bermalas-malasan. Aku tidak merasa bahagia seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Aku semakin malu kepada Tuhan. Akhirnya aku mengerti mengapa Tuhan melarang manusia untuk malas.
Pertanyaan yang berulang kali aku tanyakan, sampai kapan aku terus begini? Setidaknya lakukan sesuatu untuk memberi perubahan kecil pada hidupmu, kira-kira begitulah suara teriakan kecil di kepalaku. Aku tahu aku tidak perlu terbang ke bulan dan bermain-main diantara gemerlap bintang untuk mendapatkan perubahan itu. Aku tahu melakukan hal-hal kecil yang bermanfaat dapat membuat perasaanku menjadi lebih baik. Tapi sialnya teori itu tidak mudah untuk aku realisasikan. Yang aku lakukan hanyalah berpikir dan terus berpikir tanpa bergerak walau seujung jari. Betapa bebalnya aku.
Seperti karakter utama pada suatu karya sastra, aku berharap menemukan secercah cahaya baru ketika sedang berada dalam masa terpuruk. Dan ajaibnya aku benar-benar mendapatkan cahaya itu. Tuhan memberinya melalui perantara seseorang. Jadi begini ceritanya.
Seorang teman memberitahu sebuah informasi yang sebetulnya biasa saja, tetapi dengan tingkahku yang dramatis itu seperti sebuah wahyu yang aku dapatkan melalui perantara malaikat. Dia membawa informasi tentang lomba menulis cerita pendek. Ya, informasi yang sangat sederhana. Tetapi informasi itu juga yang memberiku harapan untuk bergerak ke arah yang setidaknya lebih nyaman. Aku mulai berpikir untuk mencoba mengikuti perlombaan itu. Tapi sisi lain dari pikiranku meragukan hal tersebut. Sisi lain pikiranku ini merasa bahwa menulis cerpen bukanlah keahlianku dan itu hanya membuang-buang waktu. Lebih baik mencari hal lain yang lebih menarik. Kemudian pikiran utamaku membalas bahwa ini merupakan kesempatan untuk merubah hidupku yang begini-gini saja. Lalu sisi lain pikiranku kembali menanggapi bahwa kesempatan seperti ini pasti datang lagi dengan membawa sesuatu yang lebih menarik. Terjadilah perdebatan panas antar kedua sisi pikiranku. Tidak ada penengah sama sekali. Perasaan yang biasanya ikut campur pun kali ini bungkam, memilih untuk tidak bersuara.
Dengan sangat tiba-tiba pengalaman melakukan perjalanan waktu dari masa lalu dan menampar kedua sisi pikiranku ini. Kalau kebanyakan berpikir tidak akan menghasilkan apa-apa bodoh. Apa kalian ingin mengulangi kejadian yang sama seperti sebelumnya? Kalian ingin hidup terus menerus di lingkaran setan? Kira-kira begitulah yang diteriakkan pengalaman.
Akhirnya kedua sisi pikiranku sepakat untuk berdamai dan mencoba mendengarkan nasihat dari pengalaman. Aku sadar bahwa ini bukan tentang menunggu kesempatan yang tepat, tetapi tentang memanfaatkan kesempatan yang menghampiri. Aku juga tidak berambisi untuk menjadi pemenang dalam perlombaan seperti ini, karena menang hanyalah bonus bagiku.
Aku melakukan ini semata-mata karena aku menyayangi diriku sendiri. Aku tidak tahan melihat diriku menderita dengan kehampaan, terombang-ambing dalam kesesatan, dan kehilangan arah tujuan. Dengan langkah sekecil ini, aku berharap ada sesuatu yang mengisi kehampaan dalam diriku. Dengan melakukan sesuatu yang menghasilkan karya yang sederhana, aku berharap akan mulai menemukan bahagia.
Akupun mulai menulis kata demi kata. Tanpa diduga ini terasa sangat menyenangkan. Aku dapat menuangkan pikiran-pikiran yang semula terbang tak terarah, menjadi suatu rangkaian kalimat yang biasa saja tapi aku sangat menyukainya. Perasaanku begitu rumit dan tak bisa dijelaskan ketika aku selesai menulis cerita pendekku. Perasaan senang, terharu, dan bangga melebur menjadi tetesan air mata yang tidak mengalir deras, tetapi cukup untuk membasahi perasaanku yang semula tandus. Dengan meminta restu Tuhan, karyaku ini aku beri judul “Ceritaku”.
Cerita Pendek karya Rekso Jumantoro
Instagram: @reksojumantoro9
0 comments:
Posting Komentar