Selasa, 02 November 2021

2

Jendela Pandemi karya Fathimah Uswatun Nisa

Depok, 24 Februari 2020 (seminggu sebelum pandemi)

Dimulai dengan rintikan hujan gerimis yang semakin lama semakin lebat, diikuti angin yang bertiup kencang menggoyangkan ranting-ranting pohon cemara ke kanan dan ke kiri. Jendela kelas 10 MIPA 8 yang engselnya telah rusak ikut bergoyang menimbulkan suara berdenyit yang memilukan.

"Nyiiit...nyiiit...nyiiit..." jendela berdenyit, beberapa siswa yang berada di dalam kelas menatap jendela dengan tatapan ngeri sedang yang lainnya mengeluh ngilu dengan suara jendela tersebut. "Ctarr!!" tanpa diduga kilat menyambar gardu listrik, bersamaan dengan itu listrik dan lampu seluruh kota menjadi padam. Para siswi menjerit ketakutan karena ruang kelas menjadi gelap. Bu Wiwin, guru Fisika yang kebetulan saat itu mengajar di kelas 10 MIPA 8 mencoba untuk menenangkan mereka.

"Tetap tenang ya anak-anak, untuk yang duduknya dekat jendela yang rusak bisa pindah ke tengah. Sambil menunggu genset sekolah menyala alangkah baiknya kita berdoa supaya kita selamat dan senantiasa dilindungi Allah. Ayo Bayu, pimpin doa!" Bu Wiwin menyuruh Bayu, ketua kelas untuk memimpin doa. Bayu memimpin doa dengan khidmat, seisi kelas menjadi hening. Hanya suara lantunan doa dan suara derasnya hujan disertai suara petir yang bergemuruh.

Sementara itu, Epoy, Roni, dan Xena bukannya ikut doa bersama, mereka memilih untuk kabur diam-diam melalui jendela yang rusak. Beruntung, jendela tersebut tertutup gorden dan kelas dalam keadaan gelap karena mati lampu, sehingga tidak ada yang sadar mereka kabur.

"Ron, cepetan lompat!" bisik Epoy tak sabaran.

"Na, lu pegangin gordennya yang bener biar gak keliatan!" Xena tak luput dari teguran Epoy.

"Iyee... aman" jawab Xena.

Mereka bertiga melompat keluar jendela tanpa alas sepatu supaya tidak menimbulkan suara yang membuat Bu Wiwin dan teman sekelas mereka tahu bahwa mereka kabur melalui jendela. Tiba-tiba kilat menyambar di depan jendela rusak, tepat saat mereka melompat. "Ctarrr!" semua siswa yang ada di kelas terkejut dan teriak histeris ketakutan sambil berlari ke arah Bu Wiwin. Bu Wiwin memeluk Yaya yang menangis karena takut dengan petir yang menyambar hanya beberapa meter jauhnya dari mereka. Dengan wajah yang tampak tenang, namun tersembunyi kecemasan di sorot matanya, Bu Wiwin kembali menenangkan mereka.

"Semua baik-baik aja, kan?" tanya Bu Wiwin penuh perhatian.

"Alhamdulillah, baik-baik aja, Bu. Kami hanya shock dengan petir barusan." jawab Bayu memastikan.

"Ini teman sekelas kamu ada di dalam semua, Bayu? Tidak ada yang izin ke luar kelas?" Bu Wiwin kembali bertanya.

"Tadi, sih ada di kelas semua, Bu. Eh, tapi Epoy, Roni, sama Xena kemana, ya? Ada yang liat mereka, engga?" Kalau mereka keluar, saya duduk di barisan depan dekat pintu tidak melihat mereka lewat. Coba saya cari ke bangku belakang, biasanya mereka tidur di sana." Bayu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju bangku belakang tapi tidak menemukan siapa-siapa. Ia pun melanjutkan berjalan menuju jendela yang rusak dan melihat bahwa sebelah sepatu kiri Xena yang terjatuh di luar jendela. Namun, tidak terlihat sama sekali batang hidung Xena di sana. Bayu akhirnya kembali ke tempat Bu Wiwin dan melaporkan bahwa hanya sepatu Xena yang ia temukan.

"Bu, mereka enggak ada di belakang. Tadi, dekat jendela luar saya cuma liat sepatu Xena. Mana cuma sebelah lagi, Bu." lapor Bayu.

"Udah kayak kisah Sinderlela aja, segala sepatu ketinggalan cuma sebelah. Nah, Pangeran Bayu silakan cari tuan putrimu!" komentar Popon yang diikuti sorak riuh dan cuitan teman-temannya.

"Ya Allah... beneran kalian tak melihat mereka pergi lewat jendela, Nak?" tanya Bu Wiwin cemas. "Di luar hujan deras dan banyak kilatan petir, ya Allah mereka pergi kemana?" lanjutnya dengan suara yang tercekat di tenggorokan. Kali ini tidak hanya sorot matanya yang menunjukkan rasa cemas, tetapi juga nada bicara.

"Bu...Bu Wiwin... ta..ta..di saat petir menyambar di depan jendela. Sekilas saya melihat bayangan mereka di kusen jendela hendak melompat kabur. Ta..ta..pi jangan bilang ke mereka, Bu kalau saya yang bilang hal ini ke ibu" dengan gugup Riri mengatakannya pada Bu Wiwin. Riri adalah seorang murid paling pemalu di kelas X MIPA 8 mungkin juga se-SMA Melati Jaya. Dia sering dijahili oleh genk Si Epoy, karenanya ia tak berani mengadu dari awal saat mereka bersiap untuk kabur melalui jendela.

Depok, 2 Maret 2021 (Puncak pandemi terjadi)

"Hap! Akhirnya bisa kabur juga. Ayo cepetan lari ke kantin! Hujan air ini terobos aja, lah" ajak Epoy bersemangat. Di samping kelas X MIPA 8 memang ada jalan tembusan yang menuju kantin, meskipun hanya jalan setapak.

"Eh, sebentar, ini sepatu ternyata ketinggalan sebelah." kata Xena sambil menjinjing sebelah sepatunya.

"Halah, nanti aja kita balik lagi. Sekarang kita nyeker dulu biar engga ketahuan" Reno menanggapi.

Mereka mengendap-endap berjalan berusaha untuk tidak mengeluarkan suara. Akan tetapi, entah mengapa suasana sore itu benar-benar sunyi. Hanya terdengar suara derasnya hujan dan gemeruh petir. Mereka melewati lorong kelas yang lenggang. Roni penasaran dan sengaja mengintip salah satu ruang kelas dari jendela. Ia tiba-tiba terkejut karena tak ada seorang pun di dalam kelas.

"Eh, ini beneran udah pada pulang semua?" tanya Roni setelah mengintip jendela kelas yang kosong."Liat deh kosong ini kelas." sambil menarik Epoy dan Xena untuk mengintip.

"Ohiya kosong! Lah, tadi kenapa kelas kita enggak dipulangin!" Epoy berseru kesal.

"Yaudah lah, kita ke kantin dulu. Biasanya sore hujan begini pada ke kantin makan mie. Gampanglah nanti kalo mau ke pulang kita ke kelas lagi buat ambil tas." ajak Xena. Mereka pun kembali melanjutkan berjalan menuju kantin sambil bercengkrama hingga suara mereka terdengar menggema di lorong kelas. Saat tiba di kantin mereka terbelak kaget karena kantin pun juga kosong. Ini aneh, padahal beberapa menit sebelumnya mereka tidak mendengar bel pulang sekolah atau sirine keadaan darurat. Bagaimana mungkin satu sekolah bisa kosong dalam hitungan menit tanpa menimbulkan keributan?

Tiba-tiba tukang kebun sekolah atau biasa mereka panggil mamang melihat ke arah mereka. Ia menunjukkan tatapan tidak suka dan saat Epoy menghampiri mamang tampak berusaha untuk menjaga jarak.

"Mang, ini anak-anak pada kemana? Kok sepi, mang?" tanya Epoy.

"Kalian yang ngapain kesini? Enggak pake masker lagi! Ayo mana masker kalian!" Mamang memperingati mereka dengan suaranya yang tidak terlalu terdengar jelas karena tertutup masker. Epoy, Roni, dan Xena semakin bingung. Mereka tidak sakit buat apa memakai masker, lagi pula mamang sudah pakai. Akhirnya mereka kembali ke kelas bermaksud untuk bertanya pada Bu Wiwin apa yang sebenarnya terjadi. Akan tetapi, pintu kelas terkunci dan jendela rusak tempat mereka untuk kabur telah diperbaiki.

Roni mulai panik, sejak awal ia mengintip kelas yang tiba-tiba kosong memang sudah tidak beres. Jendela yang tadinya rusak berat tiba-tiba sudah diperbaiki adalah hal yang tidak masuk akal. Xena dan Epoy ternyata berpikiran hal yang sama. Bersamaan mereka melihat ponsel dan tanggal yang tertera adalah tanggal 2 Maret 2020. Kemudian, mereka bergegas ke gerbang sekolah yang terkunci. Tanpa berpikir panjang mereka melompati pagar tersebut. Derasnya hujan dan licinnya kaki karena tak memakai sepatu`` tak menghalangi mereka.

Saat berada di luar pagar sekolah, hal yang mereka lihat adalah jalanan lenggangg, toko yang hampir semua tutup, dan tak ada aktifitas manusia sama sekali seperti halnya kota mati. Namun, seorang ibu berpakaian lusuh menghampiri mereka. Wajahnya terlihat tidak asing bagi mereka. Ia mengatakan akan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, asal ikut dengannya.

“Kalian pasti sedang bingung, kalau ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi bisa ikuti saya. Kalau tidak mau saya tidak bisa menjamin keselamatan kalian.” ujar ibu yang berpakaian lusuh tersebut. Epoy, Roni, dan Xena saling berpandangan kemudian menggangguk mengiyakan. Ibu tersebut membawa mereka ke gang sempit tempat rumah-rumah keluarga kurang mampu berada. Pemandangan yang mereka lihat kumuh dan sangat memprihatinkan, jalan yang becek disertai lubang dimana-mana, rumah-rumah yang masih semi-permanen dari kayu dan triplek, dan tumpukan botol-botol plastik.

“Sekarang kalian berada di tanggal 2 Maret 2021 saat ini suatu wabah menyebar di seluruh dunia. Wabah ini berasal dari virus yang menyebar melalui udara. Itulah mengapa mamang, saya, dan orang-orang di sini memakai masker. Ini masker untuk kalian” jelas Ibu tersebut sambil membagikan masker kepada mereka. “Untuk kembali ke waktu kalian semula, hal yang harus kalian lakukan adalah membantu perekonomian mereka. Riri! Kemari bantu anak-anak ini menjalankan tugasnya!” lanjutnya. Riri yang dipanggil pun datang, namun, bukan seorang yang pemalu seperti yang Epoy dan kawan-kawannya kenal. Di hadapan mereka berdiri seorang gadis yang tangguh dan tegas.

“Baik, bu. Ayo kalian ikut aku, kita berkeliling. Seperti yang kalian lihat, pandemi ini sangat berdampak bagi orang mampu seperti kami. Kegiatan yang dihentikan total membuat kami kesulitan untuk mencari penghasilan.” sambil berjalan Riri menjelaskan meninggalkan mereka yang mau tidak mau mengejar dan mengekor di belakang.

“Dalam setahun ini pun, kami sudah bertahan dari wabah dan rasa lapar yang menyerang. Kedatangan kalian ke masa sekarang adalah untuk mengajari kalian jika kembali ke masa lalu dan pandemi itu mulai datang…” lanjut Riri.

“Oke, lalu sekarang kita harus melakukan apa?” tanya Epoy tak sabar. “Iya, kita harus apa?” Reno ikut bertanya.

“Kita mulai dengan membuat kreasi barang yang layak jual dengan bahan dan proses yang mudah tetapi keuntungan yang didapat besar” jawab Riri.

“Boleh kita coba untuk membuat penghubung atau konektor masker dari kain perca” usul Xena.

“Ohiya bisa juga pake manik-manik” tambah Riri.

“Dah, jangan banyak omong ayo kita segera mulai” Epoy seperti biasa tidak sabaran.

Mereka pun mulai mencari bahan dan memberdayakan masyarakat sekitar. Inovasi produk yang yang mereka hasilkan pun mulai beragam. Tak terasa hal ini berjalan sekitar 1 bulan. Epoy dan kawan-kawan mulai belajar untuk menghargai orang lain dan bisa menjadi lebih inovatif untuk menjadi bekal bagi mereka ke masa lalu.

“Btw, ini bagaimana kita balik lagi ke masa lalu?” tanya Epoy pada suatu hari.


Cerpen Pendek karya Fathimah Uswatun Nisa
Instagram: @fathi.mahnisa

2 komentar:

  1. The Casino City (Bally, MN) - Mapyro
    The 강릉 출장샵 Casino City. The Casino 군포 출장안마 City is located on 고양 출장안마 the corner of North Minnesota Parkway 광주 출장안마 and North Dakota Avenue, just 30 minutes from 안산 출장마사지 St.

    BalasHapus