Selasa, 02 November 2021

8

Laskar Proksima karya Citra Dewi Rahmawati

Rabu, 26 Agustus 2020

16.35 WIB

“ Baik anak-anak, kita cukupkan dulu pertemuan hari ini. Akhir kata, wassalamualaikum

warahmatullahi wabarakatuh” ucap seorang guru di depan kamera dengan senyuman yang terukir di

bibirnya

“ Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh, terima kasih ibu” jawab murid-murid serempak

dengan kamera mode on, sehingga terlihat wajah sumringah mereka bahwa pembelajaran daring untuk

hari ini telah selesai.

“ Huft…” helaan nafas panjang terdengar ke seluruh penjuru ruangan, memecah heningnya sore

yang melelahkan.

’ Faradillah’ Papan nama yang terpampang jelas di pintu kayu itu mengalihkan lamunannya. Dilla

segera berdiri dari tempatnya dan pergi mengganti baju sekolahnya yang digantung di belakang pintu,

sehingga menutupi sebagian papan nama tersebut. Setelah selesai berganti baju, Dilla segera pergi keluar

kamar menuju ke pintu depan dan melihat seorang wanita paruh baya menghampirinya.

“ Loh ibu dari mana?” tanya Dilla, sambil menguncir ‘ Kuda’ rambutnya.

“ Barusan ibu jaga warung dan sekarang mau masak, sebentar lagi ayah pulang. Kamu gantiin

ibu ya sekalian jagain adik kamu Ais. Oh ya, nanti kalau ada Pak Tejo tolong buang sampah di depan

Dil” minta ibu tergesa-gesa

Dilla hanya mengangguk pelan dan segera berjalan menuju bangunan kecil yang dulu dijadikan

garasi. Sekarang dialih fungsikan, menjadi usaha warung kecil yang berdiri kurang lebih selama 3 tahun.

Sampai disana Dilla tidak heran jika Allisa adiknya yang masih berumur 7 tahun selalu membawa satu

kotak penuh mainannya dan memenuhi seisi warung. Dengan cepat Dilla segera mengumpulkan mainan

Ais dan menaruhnya di kotak mainan sedangkan Ais terlihat sedang menggambar sesuatu di kertas.

“Ais ngapain sih sibuk banget ya, sampai lupa mainannya berantakan.” ejek Dilla

“Ais lagi cibuk ah, Kak Dilla jangan gangguin aku” ucap Ais sambal menutupi gambarnya.

Dilla tersenyum kecil melihat tingkah lucu adiknya. Dilla segera mengambil kotak dus yang

berisikan mie instan dan menatanya di etalase depan. Saat menata beberapa barang di etalase, Dilla

mendengar seseorang memberi salam di depan warung

“ Assalamualaikum, Bu. Saya mau beli” panggil seseorang dengan nada yang cukup kencang.

Dilla bergegas menghampiri asal suara dan melihat Bu Retno berdiri membawa tas belanja

“Waalaikumsalam Bu Retno, iya ada yang bisa saya bantu” ucap Dilla tersenyum ramah.

“Loh Dilla tumben kamu yang jaga, Bu Yasmin di mana?” tanya Bu Retno penasaran.

“ Ibu ada kok di dapur lagi masak, ada apa ya Bu Retno?” balas Dilla cepat.

“Oh nggak kok, ibu cuma mau beli mie instan sama minyak goreng. Tadi ibu mau bayar belanjaan

yang kurang kemarin, tapi kalau lagi sibuk ibu titip kamu aja Dilla bisa kan?” tanya Bu Retno

mengeluarkan beberapa uang lembar 50 ribu rupiah dan menaruhnya di meja samping etalase.

“Iya Bu Retno, nanti Dilla kasih tahu ibu” jawab Dilla menyiapkan barang yang sudah di pesan.

“Oh ya Dil, tadi ibu lihat ada botol bekas berserakan di depan halaman kamu” timpal Bu Retno

“ Iya bu nanti Dilla bereskan. Ini belanjaan Bu Retno totalnya jadi 40 ribu rupiah” ucap Dilla

memberikan kantong belanjaan yang sudah terisi penuh barang yang di pesan dan menerima uang pas

dari Bu Retno.

“yaudah ibu duluan ya Dil, nanti tolong sampaikan ke ibu kamu ya” tambah Bu Retno yang mulai

berjalan meninggalkan Dilla.

Dilla segera menaruh uangnya di laci meja dan berjalan menuju halaman depan membawa

kantong plastik hitam sebagai wadah untuk menyimpan botol bekas yang masih layak pakai. Saat Dilla

sedang fokus membereskan botol bekas di halaman depan, tiba tiba ada yang menepuk pundaknya pelan,

sontak membuat Dilla terkejut dan menengok ke arah belakang

“Dilla kamu ngapain di luar mungutin sampah?” tanya Ayah yang masih duduk di sepeda

motornya, dengan tas yang masih tergantung di bahunya.

“ Oh enggak yah, Dilla cuman ngumpulin botol bekas yang tadi berserakan di sini” jawab Dilla

sambil menunjukkan isi kantong plastik hitamnya.

“ Oalah ya sudah kalau begitu, ayah masuk ke rumah dulu ya. Jangan lupa pakai maskernya”

timpal ayah yang memarkirkan motornya di halaman rumah.

Dilla pun hanya bisa tersenyum dan kembali memungut botol bekas yang masih tersisa dan dalam

waktu 5 menit Dilla sudah selesai membereskannya. Ia pun segera mengikat rapi kantong plastik itu dan

menaruhnya di pojok warung. Tidak lama setelah itu, Dilla mendengar suara mobil bak sampah dari

kejauhan. Dengan cepat Dilla segera mengambil kantong sampah yang dipesankan ibunya dan menuju

ke luar rumah.

“ Eh Mbak Dilla buru-buru kenapa?, gimana kabarnya Mbak Dilla?” tanya Pak Tejo, tukang

sampah keliling yang sering mengambil sampah di daerah rumahnya.

“Baik alhamdulillah Pak Tejo. Tumben bapak sendirian, rekan bapak kemana?” tanya Dilla

sambil memberikan plastik sampah ke Pak Tejo.

“ Oh nggak kok, bapak sama Rizki, anak pertama bapak. Dia lagi bantuin bapak di komplek

sebelah” jawab Pak Tejo menaruh beberapa plastik sampah ke bak mobil sampahnya.

“ Rizki sekolah dimana ya Pak kalau Dilla boleh tau?” tanya Dilla

“ Rizki sudah keluar sekolah Dilla dari awal pandemi karena gak bisa bayar uang sekolah dan

kebutuhan mendadak seperti ini juga sangat kurang” jawab Pak Tejo menghela nafas berat.

Dilla hanya terdiam dan menundukkan wajahnya mendengar jawaban Pak Tejo. Sekilas Dilla

menatap wajah Pak Tejo yang tertunduk menahan isak tangis. Namun suasana sendu tersebut terpecah

karena mendengar suara tangisan adiknya Ais yang membuat Dilla sedikit panik. Dengan cepat Dilla

segera berpamitan dan berterima kasih dengan Pak Tejo dan berlari pergi menghampiri adiknya.

“Ais kamu kenapa nangis?, baru kakak tinggal sebentar” tanya Dilla sedikit panik.

“ma-mainan Ais Kak Dilla” jawab Allisa tersedu-sedu memberikan bonekanya yang sudah rusak.

“kenapa bisa rusak Ais?” tanya Dilla terkejut melihat mainan adiknya yang sudah patah.

Tapi bukannya menjawab justru tangisannya Ais semakin kencang dan membuat ibu mendatangi

mereka dan menenangkan Ais dengan membawanya ke dalam rumah. Ibu juga menyuruh Dilla segera

menutup warung karena sudah mau malam.

Setelah menutup warung, Dilla masuk ke rumah dan pergi ke meja makan untuk makan malam

bersama keluarga. Hari ini suasana makan malam sangat sepi, hanya ditemani suara merengek Ais

meminta mainan baru. Tidak adanya perbincangan membuat Dilla kembali mengingat percakapannya

dengan Pak Tejo tadi sore, dan menatap ibunya yang sibuk menyuapi Allisa.

“ Ayah tau gak anak Pak Tejo yang namanya Rizki?” tanya Dilla membuka pembicaraan, sontak

hal itu membuat seisi rumah menjadi hening begitupun dengan tangisan Ais yang mereda.

“ Iya ayah tau. Tumben banget kamu nanya” jawab ayah yang terfokus dengan makannya.

“ Dilla denger anaknya Pak Tejo udah gak sekolah lagi ya yah?” tanya Dilla sedikit ragu.

“ Tahu dari mana, Dil? Jangan asal kalau ngomong” timpal Kak Reyhan dengan mata memicing

“ Iyaa benar, sudah dari awal pandemi Rizki keluar sekolah. Pak RT sudah mencoba untuk

membantu keluarga Pak Tejo meringankan kesulitannya. Tapi kamu tahu kan Rizki juga memiliki 3 adik

yang masih sekolah jadi hal itu masih jadi pertimbangan.” jawab ayah menatap Dilla dan sesekali melirik

Kak Reyhan. Setelah itu Dilla hanya terdiam karena tidak tahu harus membalas ucapan ayahnya dan ia

pun lanjut menghabiskan makanannya.

Selesai membantu ibunya membereskan makan malam, Dilla segera menuju ke kamar dan

termangu di meja belajarnya menatap layar laptopnya yang menyala. Dilla kemudian melirik mainan

Allisa yang rusak dan tergeletak di atas meja. Tiba-tiba Kak Reyhan masuk ke kamar Dilla dan

membuatnya terkejut.

“ Ih Kak Rey ngapain sih ke kamar Dilla gak ketuk dulu.” marah Dilla memasang wajah

cemberut.

“ Kenapa sih emangnya ngambekkan melulu, kakak kesini cuma mau tanya, kamu temennya

Rizki?” tanya Kak Reyhan menghampiri meja belajar Dilla dan menatapnya.

“ Bukan, Dilla tahu dari Pak Tejo.” Jawab Dilla singkat dengan tatapan terfokus pada layar

laptopnya.

“Loh itu kan mainan Ais, kok bisa sama kamu Dil? Kamu rusakin ya? Wah aku aduin ibu nih.”

ucap Kak Reyhan menunjuk mainan yang rusak di atas meja Dilla dan membuatnya panik.

“ Apa sih kak, ini emang udah rusak sama Ais, makanya itu tadi Ais minta beliin mainan baru.”

jelas Dilla menatap kakaknya sinis.

“oh ya kakak lagi beli barang di online nanti kalau ada tukang paket ambilin ya. Sekalian juga

nanti kalau ada yang mau dibantuin bilang aja sama kakak jangan sungkan” ucap kak Reyhan beranjak

pergi meninggalkan kamar Dilla.

Dilla menatap mainan adiknya yang sudah rusak dan mengamatinya. Lalu tanpa dia sadari Dilla

mengetikkan sesuatu di laman pencarian online dan pergi ke web video online untuk menonton satu

video. Setelah itu, Dilla menuliskan sesuatu di kertasnya dan berlari pergi ke halaman depan untuk

mengambil beberapa botol bekas yang tadi dikumpulkannya. Kurang lebih selama 2 jam, Dilla tidak

keluar kamar karena sibuk membuat sesuatu. Tanpa disadari jam sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB,

dengan segera Dilla bergegas tidur atau ibunya akan marah karena tidur terlalu larut.

Keesokan paginya Dilla tidak ada kelas karena hari ini semua guru ada rapat online untuk

persiapan menjelang akhir semester. Ia pun bangun lebih awal dari biasanya dan segera mandi juga

sarapan. Ibunya yang melihat tingkah Dilla hanya bisa menggeleng pelan, terheran berfikir entah apa

yang dia lakukan di pagi hari. Dilla pun kembali ke kamarnya segera melanjutkan pekerjaanya yang

tertunda tadi malam. Setelah 30 menit bergeming di kamarnya pagi hari, Dilla melihat adiknya Ais yang

sudah bangun dan duduk di meja makan, segera ia menghampirinya dengan membawa sesuatu di

tangannya.

“ Ehh Ais sudah bangun, kakak ada hadiah nih buat Ais.” ucap Dilla duduk di kursi sebelah Allisa.

Sedangkan Ais yang masih setengah sadar hanya mengangguk dan mengucek matanya pelan.

“ Tadaa…..boneka baru buat Ais” memberikan boneka dari botol dan tutup botol yang di lapisi

kain perca. Ais seketika menatap kakaknya Dilla dan melihat mainan yang dibuat Kakaknya.

“ Kamu suka gak?” tanya Dilla penasaran. Ais hanya diam memandang boneka di tangannya, dan

sesekali mengelus rambut merah lembut dari benang wol yang diikat kepang.

“Ais suka banget kak Dilla, makasih banyak” memeluk bonekanya kegirangan.

“ Waduh ada apa sih pagi-pagi sudah ramai” timpal ayah, duduk di meja depan Ais. Dan muncul

juga Kak Reyhan yang ikut duduk di samping Dilla.

“Ais dapet boneka baru dari kakak Dilla yah, lucu banget bonekanya.” ucap Allisa kegirangan

memamerkan boneka yang ada di tangannya.

“ Kamu bikin sendiri Dil? Tumben banget” tanya Kak Reyhan tidak percaya

“ Hehe, iya… Dilla sudah lama belajar buat kreasi kayak gini dari awal pandemi. Karena Dilla

juga hobi dan punya banyak waktu luang jadi Dilla belajar untuk berkreasi.” Jelas Dilla tersenyum

“ Untuk apa hasil kreasimu Dilla? coba jelasin sama ayah gimana kamu buatnya” minta Ayah

“Gampang kok yah, Dilla potong botol sesuai bentuk yang diinginkan, setelah itu menggunakan

tutup botol yang ditumpuk untuk membuat kaki dan lengannya dan ditempel menggunakan lem. Setelah

itu Dilla cat dan Dilla menambahkan benang wol untuk membuat rambutnya yang dikepang. Dilla juga

merias bagian wajah dan membuat baju dari kain sisa yang dijahit.” jelas Dilla sangat detail.

“ Dan kamu tahu manfaat apa yang di dapat dari kreasi kamu?” tanya kak Reyhan menambahkan

“ Iya Dilla tahu. Dilla bisa menjual beberapa kreasi karya Dilla yang memiliki nilai jual, dan

menjualnya di situs online. Nantinya hasil yang Dilla dapatkan bisa membantu orang lain yang

membutuhkan. Seperti anak sulung Pak Tejo. Mungkin juga Dilla bisa berbisnis dengan Rizki jika

memang di izinkan” jelas Dilla percaya diri

“ Iya bener, nanti Kak Reyhan bisa bantu kamu untuk masalah penjualan online dan situs online.

Karena di kampus kakak juga ada program peduli lingkungan saat pandemi dan membantu sesama”

tambah Kak Reyhan dengan senyuman sumringah.

“ Wah bangga ayah sama kalian, di umur yang masih muda sudah peduli lingkungan dengan

menghasilkan karya yang bermanfaat dan memiliki nilai jual. Juga semangat untuk membantu sesama,

nanti ayah akan memberitahu Pak RT tentang program yang kalian lakukan yang nantinya dapat

diwadahi dan dinaungi menjadi perkumpulan yang resmi dan terus berkembang.” Jelas ayah. Dilla dan

Kak Reyhan hanya mengangguk mendengar penjelasan ayahnya.

Selama 2 minggu, program yang di usungkan oleh Dilla dan kak Reyhan membuahkan hasil yang

cukup baik. Atas kerja sama beberapa pihak, telah di resmikannya Laskar Proksima yaitu Program Karya

Seni Millenial dapat membantu beberapa orang yang membutuhkan dan peduli lingkungan dengan

menjadikan bahan bekas memiliki produk bernilai jual tinggi. Sehingga, banyak yang termotivasi dan

sukarela untuk ikut dan ikut berpartisipasi di Pondok Laskar Proksima.


Cerita Pendek karya Citra Dewi Rahmawati
Instagram: @citraadrr

8 komentar: