Rabu, 22 Juni 2022

18

[CERPEN] Berteman dengan Seni karya Salwa Muthmainnah

Berteman dengan Seni


        Bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Alyssa selalu memutuskan untuk menunggu beberapa saat di dalam kelas sampai suasana sedikit lebih lengang.

        Tepat ketika Alyssa beranjak dari kursinya, tiba-tiba hadir seorang laki-laki yang berdiri di depan pintu kelasnya. “Al,” panggil Sadam sambil tersenyum.

        Alyssa langsung menghampiri Sadam, “Ngapain lu, Dam?” tanya Alyssa.

        “Ayo ke parkiran!” ajak Sadam.

        Alyssa terdiam dan mengerutkan alisnya memberi isyarat kebingungan. “Aduh, Al, kayak gue mau nyulik lo aja. Jadi, Mami sama Bunda tadi siang pergi terus gue disuruh balik ke rumah lo sekalian jemput Mami,” ucap Sadam.

        “Lah, tapi, kan lo tau setiap Jumat gue dijemput Bang Aldi.” Tepat setelah Alyssa selesai berbicara tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi dari handphone Alyssa. Pesan dari Bang Aldi.

        “Nah, pasti itu Bang Aldi kan? Bang Aldi pulang terlambat karena mau ngurusin acara kampusnya dulu,” ucap Sadam sambil berlagak.

        Ya, Sadam benar, Bang Aldi akan pulang terlambat karena ada urusan di kampusnya. Kalau Alyssa tidak pulang dengan Sadam, dia harus menunggu Bang Aldi di sekolah seorang diri atau mengeluarkan uang untuk membayar ojek. Akhirnya, Alyssa memutuskan pergi ke parkiran dan pulang bersama Sadam.

        “Kok, lo lebih tau dari gue sih, Dam?!”

        “Al, kita udah sahabatan dari lahir dan lo masih heran?” tanya Sadam.

        “Huft, gak salah sih, tapi aneh aja. Masa, lo dikasih tau jauh lebih awal dari gue? Syukur-syukur tadi Bang Aldi kirim pesan ke gue.”

        “Kalau lo yang dikasih tau duluan mungkin gue udah pulang karena lo telat ngasih tau ke gue. Karena setiap istirahat kedua lo hampir gak pernah buka handphone, Al. Lo pasti lagi sibuk sama pengadministrasian OSIS.”

        Alyssa mengangguk setuju dengan penjelasan Sadam sambil masuk ke dalam mobil. Lagi pula, hal seperti ini juga sudah sering terjadi di antara mereka.

        Sejak taman kanak-kanak sampai SMA, Alyssa dan Sadam selalu belajar di sekolah yang sama sehingga mereka berdua sudah saling mengenal dan memahami. Hal tersebut didukung oleh persahabatan Bundanya Alyssa dan Maminya Sadam. Jadi, tidak heran keluarga mereka kenal dekat satu sama lain, bahkan Sadam sudah dianggap seperti adik sendiri oleh Abangnya Alyssa—Bang Aldi.

        “Duh, macet banget gue jadi mau tidur,” ucap Alyssa

        “BIG NO! gak boleh ada yang tidur di kursi depan kalau gue lagi nyetir.”

        “Bosen banget, Dam. Lama-lama gue bisa ketiduran.”

        “Kalau dari awal udah mau tidur kenapa gak di kursi paling belakang, Al..”

        “Karena, rasa kantuknya baru datang sekarang, Dam. Kalau dari awal udah mau tidur gue juga bakal tidur di kursi belakang, enak.”

        “Nyanyi aja deh Al, nyanyi. Jangan tidur di kursi depan kalau gue lagi nyetir nanti rasa kantuknya menular ke gue, bahaya.”

        “Gue gak mau nyanyi di depan lo, nanti nada gue direvisi terus-terusan sama lo.”

        “Hahaha, kalau gitu mending lo bikin puisi terus diposting di Instastory,” pinta Sadam.

        Alyssa terdiam. “Lo lagi suka posting puisi-puisi buatan lo, kan?” tanya Sadam.

        “Hm...iya, tapi engga dulu deh karena lama-lama gue jadi malu.”

        “Loh, kenapa? Gue malah mau posting lagu-lagu iseng buatan gue karena terinspirasi dari lo terus juga puisi-puisi buatan lo bagus, Al.”

        “Eh, serius? Gak kenapa-kenapa sih Dam, tapi malu aja.”

        “Iya, serius Al... Hm, malu karena takut karya lo dibilang jelek sama orang lain?”

        “Semacamnya mungkin...rasanya kayak apa ya? Pokoknya lama-lama jadi malu ditambah gue merasa kayak gak punya bakat seni sama sekali. Kalau menggambar jelek, melukis juga nol besar, kalau nyanyi sendirian suka salah nada, gak bisa main alat musik, apa lagi? Rasanya diri gue jauh banget dari kata seni, Dam,” ungkap Alyssa.

        “Oke, gue paham kok, Al.”

        “Gue pernah baca penggalan tulisannya Rupi Kaur. Kurang lebih kata-katanya begini, karya senimu itu bukan soal berapa banyak orang yang suka, tetapi soal apakah hatimu suka, apakah jiwamu suka. Jadi...lakukan aja apa yang lo suka dan apa yang membuat diri lo senang selagi gak merugikan diri lo dan orang lain. Lagi pula, gak ada karya seni yang jelek. Lo masih inget kata-kata guru seni rupa kita saat SMP? Bu Menik selalu bilang kalau gak ada karya seni yang jelek, semuanya bagus. Menurut gue, tinggal karya tersebut bertemu dengan penikmatnya aja, Al.” Sadam menjelaskan panjang lebar sambil sesekali menengok ke arah Alyssa.

        Alyssa tersenyum. “Catalya Alyssa Putri, lo beruntung banget sahabatan sama seorang Sadam Muhammad.”

        “Al...Al...” ucap Sadam sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

        “Bukan lo aja yang beruntung, gue mungkin jauh lebih beruntung sahabatan sama lo. Nih ya Al, pokoknya kita fokus ke diri kita dulu aja. Berusaha untuk terus gali kreativitas yang ada di dalam diri kita.”

        “Iya ya...dengan kita berusaha gali kreativitas di dalam diri anggap aja untuk mengembangkan diri kita juga.”

        “Nah, itu poin pentingnya.”

        “Oh iya, besok mau lo ikut gak, Al?”

        “Mau ke mana?”

        “Pameran seni.”

        “Di sana ada berbagai jenis seni, Al. Kalau lo mau ikut gue jemput jam 8, tapi harus udah siap dan udah sarapan.”

        “Hm, oke!”

        “Tiba-tiba banget, Dam?”

        “Enggak...awalnya, gue mau ke sana bareng Gio sama Farhan, tapi tiba-tiba mereka berdua gak bisa terus sebenarnya gue mau kasih tawaran ke lo dari kemarin, tapi lupa.”

        “Oalah...”

        Percakapan yang cukup panjang membuat rasa kantuk Alyssa menghilang begitu saja. Kemudian, mereka berdua memutuskan bernyanyi bersama selama di perjalanan. Kalau Alyssa nyanyi bersama Sadam tidak akan terdengar ocehan Sadam merevisi nadanya.

        Setelah tiba di rumah Alyssa, ternyata Bunda dan Mami sudah pulang. Kedatangan mereka disambut hangat oleh makanan kesukaan mereka waktu kecil. Pai stroberi. Saat makan pai bersama, Alyssa meminta izin ke Bunda untuk pergi ke pameran seni besok pagi bersama Sadam. Seperti dugaan Alyssa, Bunda mengizinkan Alyssa pergi dengan syarat harus menyarap terlebih dahulu.

        Esok paginya, Alyssa sudah siap pergi ke pameran dengan pakaian cantiknya. Sebelum pergi, Alyssa memutuskan makan semangkuk sereal terlebih dahulu. Setelah Alyssa selesai menghabiskan semangkuk sereal, tidak lama kemudian terdengar bunyi klakson mobil Sadam dari luar.

        Alyssa langsung menghampiri Bunda dan berpamitan. “Bun, Alyssa pergi dulu ya.”

        “Hati-hati ya, Sayang.” Bunda mengantarkan Alyssa ke depan pintu rumah.

        Sadam dan Alyssa melambaikan tangannya dan berkata, “Dadah Bunda.” Bunda pun membalas lambaian tangan mereka.

        Sepanjang perjalanan mereka menikmati pemandangan Jakarta di pagi hari ditemani dengan lantunan musik klasik dari radio mobil. Setelah hampir satu jam di perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai di tempat tujuan.

        Alyssa dan Sadam langsung menelusuri tempat tersebut. Mereka menikmati karya-karya berupa patung, model pakaian, nyanyian, bahkan pertunjukan. Semua pemilik karya tersebut menyambut    mereka dengan senyuman hangat. Dari wajah para pemilik karya terlihat hubungan yang sangat erat antara mereka dengan hasil karya mereka. Setelah mengunjungi seni teater, seni musik, dan beberapa seni rupa, Sadam mengajak Alyssa mengunjungi salah satu tempat yang terpisah sendiri. Selama pameran seni ini berlangsung, setiap harinya akan ada satu pelukis yang terpilih dan berhak menampilkan semua hasil lukisannya di salah satu tempat terpisah tersebut.

        “Al, lihat hasil lukisannya Rasya Aaliyah yuk!” ajak Sadam

        “Rasya Aaliyah?”

        “Iya. Rasya Aaliyah itu pelukis yang terpilih hari ini, dia bakal menampilkan semua hasil lukisannya di salah satu tempat di sini.” Sadam menjelaskan sambil berjalan ke arah tempat tersebut diikuti oleh Alyssa di sampingnya.

        “Wow! Keren.”

        “Nah, ini tempatnya. Setahu gue Rasya Aaliyah itu mahasiswa kedokteran yang sering mengorbankan dirinya untuk orang lain ataupun lingkungannya. Salah satunya dia memilih menjadi mahasiswa kedokteran karena lahir di lingkungan para dokter spesialis, padahal dia mau banget masuk jurusan seni.”

        Alyssa menyimak penjelasan Sadam sambil sesekali menganggukan kepalanya dengan pelan. Mereka pun masuk ke dalam ruangan tersebut dan mulai menelusurinya.

        “Wow! Dam, lihat!” seru Alyssa sambil memperlihatkan penjelasan yang ada di layar handphone-nya setelah memindai barcode yang tertera.

        “Ternyata lukisan-lukisan yang di sini itu hasil karya Rasya Aaliyah sejak dia menjadi mahasiswa kedokteran terus lukisan ini dibuat ketika dia lebih memprioritaskan orang lain, dia mengorbankan diri dia untuk lingkungannya, pokoknya ketika dia gak adil terhadap diri dia sendiri,” lanjut Alyssa.

        “Keren kan, Al? Melukis menjadi satu-satunya momen dia bisa adil dan jujur sama diri sendiri, ibarat seharian dia udah gak adil sama diri sendiri dan udah bohongi diri sendiri terus semuanya itu dituangkan ke dalam lukisan.”

        “Keren...keren banget. Dan dia melukis ini semua dengan perasaan senang dan penuh kejujuran, tanpa beban pikiran, dan tanpa memikirkan penilaian orang lain.”

        Sadam mengacungkan kedua jempolnya sambil tersenyum. “Iya, Rasya Aaliyah sangat berteman dengan karya seninya makanya hasil lukisannya banyak yang penikmatnya karena maknanya berasa banget.”

        Setelah mengitari tempat tersebut dan menikmati lukisan-lukisan yang dipajang di dinding, mereka memutuskan untuk pulang dan berjalan ke arah parkiran mobil.

        Setelah memasuki mobil, Alyssa mengeluarkan selembar kertas dengan ukuran tidak kecil dan tidak besar sambil tersenyum. “Tadi pas keluar dari tempat lukisannya Rasya Aaliyah, gue dikasih ini.”

        “Tau gak tulisannya apa?”

        Sadam hanya memberikan isyarat tidak tahu dengan menaikkan salah satu alisnya.

        “Karya senimu bukan soal berapa banyak orang suka, karya senimu adalah soal apakah hatimu suka? apakah jiwamu suka? Adalah soal seberapa jujur kau kepada dirimu sendiri dan kau tidak boleh menukar kejujuran dengan ketidakmasukakalan.”

        “Tulisannya Rupi Kaur yang kemarin lo bilang ke gue.”

        “Versi lengkapnya,” lanjut Alyssa sedikit meledek dengan nada bercanda lalu diikuti suara tertawa mereka berdua.

        Sadam mengangkat jari kelingkingnya sebagai tanda perjanjian. “Enggak ada lagi bermusuhan dengan karya sendiri, apalagi bermusuhan sama diri sendiri.”

        Alyssa tersenyum lalu membalas tanda perjanjian tersebut dengan mempertemukan jari kelingkingnya dan jari kelingking Sadam. “Enggak ada lagi. Sekarang tugas kita hanya mengembangkan diri dengan terus berusaha menggali kreativitas di dalam diri tanpa memikirkan penilaian orang lain.”


Salwa Muthmainnah_@salwamuth

18 komentar:

  1. bahasanya bagus, ceritanya juga ga monoton, tersirat pesan pesan ❣️

    BalasHapus
  2. siapa yang mau sahabatan kayak alyssa dan sadam ☝🏻

    BalasHapus
  3. keren bngt sii aseliiiiii❤

    BalasHapus
  4. bagus bgt, jdi mau punya temen ke sadam sama Alyssa

    BalasHapus
  5. Keren bangett, plis mau liat terus karya kak salwaa:(

    BalasHapus
  6. kereeenn, semangaatt kak salwaaa

    BalasHapus
  7. alhamdulillah, makasih kak salwa, aku banyak dapet hikmah, masyaallah

    BalasHapus
  8. tulisannya seru banget kakk, ada niatan buat bikin novel ga yaa?

    BalasHapus
  9. Bagus banget tulisannya, aku suka banget sama penulisannya

    BalasHapus
  10. Keren banget ceritanya , bikin novel aja nih biar ada season2nya

    BalasHapus
  11. Keren banget sodara gue. Lanjutkan, dude!

    BalasHapus
  12. awalnya ngira ini ceritanya masih ada sambungannya karna seru! ditunggu karya selanjutnya!

    BalasHapus
  13. huhuu jujurr ceritanya kerenn bangett, gaya pembahasaannya bagus, pesan2nya juga relate dan ngena bgt :' so proud of u, ditunggu ya karya2 keren lainnya!! :)

    BalasHapus
  14. sumpah sering baca dari caption postan instagram sampe dipublish di blog emang gapernah ngecewain bangett tulisannya. Tetep semangatt berkarya yahh ditunggu nii tulisan2 selanjutnya

    BalasHapus