Rabu, 22 Juni 2022

0

[CERPEN] Sejarah di Sebelah Timur karya Rekso Jumantoro

 Sejarah di Sebelah Timur


        Kala itu merupakan malam yang begitu tenang dan sunyi, hanya terdengar jangkrik yang saling beradu suara. Suhunya yang lebih rendah dari biasanya membuat suasana malam ini semakin mendukung bagi orang-orang untuk bersantai dan meletakkan punggung mereka ke tempat penuh dengan gravitasi yang begitu kuat sembari menarik selimut untuk menghangatkan diri. Tidak terkecuali bagi Dean seorang mahasiswa berusia 19 tahun yang kini telah menginjak semester 4. Karena tidak ingin membuang waktu liburannya, Dean membunuh waktu dengan berbaring dari pagi hingga pagi lagi untuk menggeser-geser sesuatu yang ada di tangannya, melihat hal-hal yang menyenangkan, mendengarkan alunan musik, menonton film, meretas NASA, mendengarkan podcast, dan hal menyenangkan lainnya.

        Dean amat sangat menikmati masa-masa membuang waktunya sampai ia melihat sebuah berita menarik yang disebar di grup chat kelasnya. Sembari setengah berbaring dengan tangan kiri memegang ponsel serta tangan kanannya memegang camilan, ia membaca berita bahwa salah seorang temannya baru saja memenangkan perlombaan membuat desain grafis. Bahkan lebih dari itu, di grup chat lainnya Dean membaca berita yang serupa bahwa salah seorang mahasiswa di jurusannya mendapatkan juara 1 lomba menulis puisi. Benar-benar malam yang buruk bagi Dean.

        “Benar-benar orang yang sangat kreatif” ucapnya sambil menggerutu.

        Malam ini begitu dingin bagi Dean, melihat kawan-kawannya begitu hebat menorehkan prestasi sedang dia hanya menghabiskan setiap detik dengan melakukan hal yang sama sekali tidak bermakna. Dean pun memutuskan untuk menyimpan ponselnya ke meja di sebelah kasurnya lantas mulai berbaring dengan tatapan hampa kearah langit-langit kamarnya. Tatapannya begitu hampa dan jauh sampai langit-langit kamarnya pun seolah tertembus hingga Dean mampu melihat Sirius yang begitu berkilau mengalahkan bintang di sekitarnya. 

        “Benar-benar bintang yang sangat indah” gumamnya sembari tersenyum lesu.

***

        Siang itu merupakan siang yang sangat terik tetapi cukup tenang, hanya terdengar beberapa kendaraaan saja yang lalu lalang melalui jalan di dekat rumah Dean. Ia masih belum beranjak dari tempat tidurnya, berbaring dengan rasa malas yang begitu mendalam melebihi palung mariana serta gravitasi benda elastis di bawah punggungnya yang begitu kuat. Masih dengan posisi merebah dengan tatapan suram kea rah langit-langit kamarnya. Tiba-tiba secara samar terlihat tulisan yang muncul dari langit-langit kamarnya itu. Dean menyipitkan matanya berusaha membaca tulisan itu hingga akhirnya terbaca historiae in orientalem. Begitulah tulisan dengan bahasa yang begitu asing yang terbaca oleh Dean. Dia mengulang-ulang mengucapkan kalimat yang ada di langit-langitnya tersebut hingga sangat melekat di kepalanya meski ia tidak dapat memahami maknanya. Namun secara mendadak tulisan tersebut semakin membesar sehingga secara alamiah Dean bangkit dari rebahannya karena begitu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Benar-benar hari yang aneh bagi Dean. Sembari mengatur napasnya yang sempat tertahan karena kejadian beberapa detik yang lalu, dean melihat sebuah buku yang sangat tebal dengan sampul berwarna cokelat dengan motif klasik berwarna emas dan terlihat sudah cukup tua tergeletak di meja sebelah tempat tidurnya. Di bagian tengah atas sampulnya tertuliskan opus libri. Lagi-lagi bahasa yang tidak dipahami oleh Dean. Tanpa berpikir panjang ia meraih buku tersebut lalu membuka halaman pertama. Dengan aroma buku yang begitu khas dan kertas yang sudah terlihat tua yang sepertinya berjenis ivory yang halus dan mewah, ia lagi-lagi menemukan tulisan facere. Hanya itu yang berada di halaman pertama, dan ketika ia membuka halaman-halaman selanjutnya, hanya ada kertas kosong tanpa bertuliskan satu kata pun, tidak satu garis gambar pun. Dan ketika buku tersebut masih berada di tangan Dean, tiba-tiba keluar cahaya yang begitu terang lalu disertai dengan ledakan yang begitu dahsyat.

        Dean bangkit dari tidurnya dengan keringat yang bercucuran dan napas yang terengah-engah dan ekspresi terkejut yang tidak dapat disembunyikan. Ia langsung meraih kertas dan pena lalu menuliskan tiga baris kata

        historiae in orientalem

        opus libri

        facere


        Ia mengingat semua kejadian di dalam mimpinya yang aneh barusan, dan ia segera menuliskan kata-kata yang ia temukan di dalam mimpi tersebut sebelum ia melupakannya.

        “Benar-benar mimpi yang aneh”

        gumamnya sembari mengatur napasnya dan mencoba menghapus keringatnya. Sembari menenangkan diri, Dean meraih ponselnya lalu mencari makna dari ketiga kata yang baru saja ia tulis ke internet dan menemukan bahwa ternyata ketiga kata tersebut berasal dari bahasa latin yang secara berurutan bermakna sejarah di sebelah timur, buku karya, buatlah. Tiga buah susunan kata yang sama sekali tidak dimengerti oleh Dean. Ia berpikir sejenak, merenungkan ketiga kata tersebut lalu seperti ada bohlam yang muncul dari kepalanya ia mengingat sesuatu. Ada museum sejarah di dekat rumahnya dan letaknya adalah di sebelah timur kota ini.

        Seolah tak percaya, tapi Dean merasa telah berhasil menafsirkan makna dari kata yang ada di mimpinya itu. Dan di hari selasa yang sedan cerah ini secara tiba-tiba dia ingin berjalan-jalan menuju ke museum tersebut, karena memang sudah lama juga dia tidak mengunjunginya. Ia menghubungi salah seorang temannya untuk ia ajak bersama ke museum dan temannya pun mengiyakan dan berjanji untuk bertemu di sana.

        “Hey”

        Teriak seorang pria tinggi berusia sekitar 20 tahun dari kejauhan sembari melambaikan tangan kepada Dean. Ia adalah Paul, teman sekelas Dean yang sangat akrab dengannya seperti Luffy dan Zoro pada serial One Piece. Dean menghampiri lalu mereka pun masuk ke dalam museum dan berkeliling-keliling melihat peninggalan sejarah yang ada di sana. Sembari melakukan obrolan ringan, sesekali Dean tertawa dengan keras namun Paul mengingatkannya untuk tidak berisik karena orang-orang di sekitar mulai menatap kea rah mereka. Benar-benar hari yang menyenangkan bagi mereka berdua. Sambil berkeliling tiba-tiba Dean mengatakan sesuatu yang cukup serius tetapi ia ucapkan dengan santai.

        “Enak ya jadi orang kreatif”

    Paul masih diam sambil mengamati benda-benda di sekitarnya, namun tetap mendengarkan Dean.

        “Mereka bisa bikin karya-karya bagus dan karyanya diakui sama banyak orang, coba aja aku bisa kaya mereka.”

        Sambung Dean, dan Paul masih tetap diam tetapi masih tetap mendengarkan apa yang dikatakan oleh Dean. Akhirnya mereka mencari tempat duduk untuk sedikit beristirahat sembari membuka ponselnya sebelum akhirnya melanjutkan untuk berkeliling.

        “Menurutku, orang-orang yang kamu sebut kreatif itu adalah para pekerja keras yang berani membuat sesuatu dan terus berusaha menambah kualitas pada sesuatu yang mereka buat. Kadang orang kebanyakan mikir tapi hanya terbatas sampai sana. Gak ada kelanjutannya dan apa yang mereka pikirin itu perlahan bakal lenyap tanpa pernah jadi apa-apa.”

        Paul baru menjawab kalimat yang Dean katakan tadi setelah mereka duduk beristirahat. Dean hanya diam dengan mata yang terbelalak. Ia terkejut melihat ada uang dengan jumlah yang cukup besar jatuh di depannya lalu mengambilnya dan memberikannya kepada petugas museum agar bisa kepada pemiliknya. Di sisi lain dia mendengarkan dengan saksama apa yang diucapkan oleh Paul.


***

        Malam pun tiba, Dean telah kembali ke rumahnya dan ia sudah berada di kamarnya duduk di dekat jendala kamarnya yang berada di lantai dua dan menghadap ke arah kota dengan langit malam yang begitu bersih dan diterangi dengan bulan purnama dengan kilauan bintang yang nampak cukup jelas. Ia masih merenungkan beberapa kejadian mulai dari mimpinya, makna dari ketiga susunan kata yang ia temukan dalam mimpi, uang yang ia temukan di museum, dan kalimat yang Paul ucapkan ketika mereka duduk-duduk di museum.

        “sejarah di sebelah timur, buku karya, buatlah, banyak mikir, gak ada aksi, gak jadi apa-apa. Hmmm”

        Dean terus menggumamkan hal yang sama berulang-ulang hingga ia mencapai sebuah kesimpulan. Ia tergerak untuk pergi ke museum yang berada di sebelah timur kota dan Paul tanpa sengaja memberikan sebuah pandangan baru kepada Dean tentang orang yang kreatif. Dan buku berjudul opus libri atau dalam bahasa Indonesia artinya buku karya yang ia temukan dalam mimpi, kata pertama yang ia temukan dalam buku yakni facere atau yang artinya buatlah, serta halaman-halaman kosong dalam buku tersebut merupakan pesan bahwa buku karya yang masih kosong tersebut harus mulai ia isi dengan membuat sesuatu yang disebut dengan karya.

        Setelah mendapatkan kesimpulan tersebut Dean sedikit lebih lega dan senang karena merasa telah berhasil menafsirkan mimpinya semalam meski ia tidak tahu itu tafsiran yang benar atau bukan. Tetapi itulah kesimpulan terbaik yang bisa ia berikan dan ia puas dengan itu.

        Setelah selesai merenung, Dean kembali memberikan perhatiannya kepada pemandangan di luar jendelanya lalu sembari tersenyum ia mengatakan

        “Tuhan benar-benar seniman yang sangat hebat.”

        Lalu ia beranjak dari duduknya, menutup jendela lalu meraih laptop yang ada di lemarinya untuk melakukan sesuatu. Ia sudah bersiap mengisi opus libri-nya itu dengan karya pertamanya, sebuah Notasi Syair Kebebasan, sebuah cerita pendek berjudul Sejarah di Sebelah Timur.




Rekso Jumantoro_@ecooscnd

0 comments:

Posting Komentar