Rabu, 22 Juni 2022

1

[CERPEN] Sayembara di Tanah Buangan karya Siti Muspiroh

Sayembara di Tanah Buangan


        "Keadaan genting! Sampah kian menumpuk dan menghasilkan bau yang tidak sedap. Udara semakin buruk akibat gas yang disebabkan oleh pembusukan sampah. Walikota perlu mengambil tindakan serius untuk mengatasi sampah yang makin menumpuk. Sebelum kota ini tenggelam oleh sampah!"


        Klik


        Aegean menutup saluran televisi jadul miliknya. Ia nampak tidak tertarik dengan pembahasan sampah yang sudah menjadi template saluran berita. Masyarakat modern kini senang mengkritik orang-orang yang duduk di kursi pemimpin. Hal tersebut yang memicu berita kegagalan pemimpin lebih diminati dibandingkan prestasinya.

        "Pewara sekarang gencar sekali mengkritik tentang sampah, padahal ia juga ikut berkontribusi menghasilkan sampah," monolog Aegean pada ruang sepetak itu, "peradaban semakin maju, tapi masalah sampah saja tidak bisa diselesaikan, padahal setengah abad lalu mereka dengan bangga berhasil melawan virus mematikan.”

        Menjadi pengangguran di tengah gempuran aktivis intelektual yang berjasa memajukan peradaban bukan perkara mudah bagi Aegean. Tak ada tempat bagi orang sepertinya, semuanya telah digantikan oleh AI. Robot pintar? Tidak, sekarang mereka hanya sebatas pelayan minimarket ataupun restoran cepat saji. Semua pekerjaan telah digantikan oleh robot, maka sudah dipastikan bagaimana membeludaknya pengangguran.

        Manusia sekarang terbagi atas dua kubu, yaitu kubu kanan dan kiri. Mereka yang berada di kiri mendapatkan kesejahteraan dengan memanfaatkan cara kerja otak mereka. Kebanyakan mengambil kursi di laboratorium dan industri teknologi yang sudah merajalela. Sedangkan mereka yang dominan kanan, tak tahu bagaimana memanfaatkan dirinya. Bahkan kebanyakan dari mereka mengganggap semakin maju peradaban, semakin tak dibutuhkan pula mereka. Mereka bagaikan penumpang getek yang benar-benar ketinggalan jaman, ditengah mobil terbang yang berkeliaran dan polisi AI yang memantau.

        Aegean adalah salah satu bukti keberadaan kubu kanan. Ia selalu mendapatkan IQ dibawah rata-rata ketika tes, baik ketika masih SD maupun sekarang setelah lulus. Meskipun kebanyakan studi mengajarkan tentang matematika dan kalkulus, ia tetap tidak mengerti. Aegean lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca tulisan sejarah dan mempelajari peristiwa menarik di masa lalu. Baginya, semakin bertambah tahun, manusia semakin tamak dengan segala kebutuhannya. Tidak ada cara untuk menghentikan hal tersebut, karena tak ada planet layak huni seperti bumi, meskipun telah beribu-ribu ilmuan meneliti. Kalaupun ada, hanya pintu ajaib Doraemon yang dapat membawa manusia kesana.


***



        Aegean berjalan-jalan—dengan sepeda motornya, menikmati sore di kota berpolusi ini. Ketika orang berbondong-bondong menggunakan scooter terbang keluaran terbaru, Aegean tetap setia dengan sepeda motor peninggalan ayahnya. Klasik di tengah megahnya pembangunan kota yang tak henti-henti. Gedung-gedung semakin tinggi dengan bentuk yang unik, mulai dari bentuk mercusuar hingga bentuk patung pemilik gedung. Aegean melajukan sepeda motornya menuju taman kota untuk bertemu seseorang. Perempuan yang mati-matian mengajak Aegean keluar dari tempat tinggalnya untuk menikmati sedikit udara luar.

        Ketika Aegean baru menjejakkan kaki di taman, tampaknya Vanila telah sampai terlebih dahulu. Vanila sengaja mengajak Aegean keluar dari kamar sepetaknya untuk memberikan sebuah kabar.

        "Nih, liat!" Vanila menyodorkan sebuah brosur yang telah disebarkan oleh staf walikota. Brosur tersebut berisi sayembara ide untuk penanggulangan sampah yang kian meresahkan.

        "Apa ini?" tanya Aegean sembari mengambil brosur. "Baca dulu, itu kesempatan emas," jawab Vanila

        Dengan tatapan malas—karena sering dibohongi Vanila, Aegean mulai membaca satu per satu kalimat dalam brosur tersebut dengan teliti. Hingga pada akhir brosur tertulis sesuatu yang membuat Aegean terkejut.

        "Satu juta USD! Yang benar saja!" matanya tak berkedip menatap kertas iklan di depannya. Vanila tersenyum puas melihat reaksi itu. "Ini kesempatan emas, Gean! Baca lagi sampai selesai," desak Vanila. Aegean kembali membaca brosur, "Pemenang juga akan direkrut sebagai kepala staf walikota."

        "Tapi... walikota dan ilmuan pun tak tahu caranya, bagaimana denganku?" eluh Aegean. Vanila menatap Aegean dalam-dalam, "Pasti ada caranya!“

        "Baiklah! Terima kasih, ya, sepertinya aku harus pulang dulu." Aegean bangkit dari tempat duduknya dan berpamitan pada Vanila.

        "Pulang? Susah payah aku membawamu ke sini malah pulang," ujar Vanila.

        Aegean kembali ke kediamannya di sebuah rumah susun. Ia bergegas menuju kamarnya dan mengambil sebuah buku pada rak. Buku tersebut berjudul "Bagaimana Manusia Hidup Berdampingan dengan Alam" yang terbit pada tahun 2025. Masa di mana manusia mulai menyadari pentingnya alam bagi kehidupan. Namun, sekarang manusia kembali pada masa jahiliah yang hanya haus teknologi tanpa memikirkan keberlangsungan ekosistem.

        "Wah, hutan pada masa itu luas sekali, sekarang untuk menghindari pemandangan gedung saja sudah sulit." Aegean mulai tertarik dengan buku tersebut dan mencari tempat ternyaman untuk membaca.


***


        Hari demi hari berlalu. Aegean tenggelam dalam fantasinya bersama buku-buku dan sebuah bangku di sudut kamarnya. Pinggang dan kakinya kesulitan merasakan sesuatu akibat terlalu lama duduk. Ia lupa apa tujuan sebenarnya setelah bertemu Vanila beberapa hari lalu, dan baru menyadari ketika melihat brosur pemberian Vanila tentang sayembara penanggulangan sampah itu. Setelah membaca beberapa buku, Aegean sadar bahwa sebentar lagi Tuhan akan mengambil kepandaian penduduk bumi sebelum manusia melampaui batas. Salah satu cara Tuhan yang terlihat sekarang adalah kebodohan manusia yang tak dapat mengolah sampah, padahal sudah berkali-kali mendarat di bulan.

        Aegean juga menyadari ketidakmampuannya memikirkan sesuatu hal yang ajaib, seperti menghilangkan sampah dengan tongkat sihir atau memanggil monster pemakan sampah. Ia melamun untuk beberapa saat di bangkunya, memikirkan bagaimana caranya ia bisa menciptakan suatu terobosan untuk menanggulangi sampah—lebih tepatnya memenangkan sayembara. Ia kembali tenggelam dalam dunianya sendiri.

        "Ide bagus!" Aegean langsung bangkit dari duduknya. Ia dengan sigap mengeluarkan A-Watch yang dapat mengeluarkan layar di depannya dengan teknologi holografi. Ia kemudian segera masuk pada laman website resmi walikota untuk mendaftarkan diri sebagai salah satu peserta sayembara. Dengan prototipe seadanya, Aegean dengan percaya diri langsung menekan tombol submit pada alat komunikasi canggih miliknya.

        Aegean memantau beberapa peserta dan melihat bagaimana prototipe yang mereka buat. Setelah membacanya dengan saksama, ia mulai kehilangan kepercayaan diri. Banyak dari mereka menemukan ide-ide yang lebih baik serta menarik daripada idenya. Namun, ia memantapkan hati untuk melihat ke depan, menunggu pengumuman dan tetap tenang.

        Hari di mana sayembara penanggulangan sampah telah tiba. Aegean menjadi salah satu peserta yang berhasil lolos pada tahap seleksi awal, dan diharuskan datang ke kantor walikota untuk menjelaskan idenya secara langsung. Ia mempersiapkan diri untuk segera berangkat ke kantor walikota. Tidak lupa ia menggunakan parfum untuk menjaganya tetap harum tanpa perlu mandi.

        Kantor walikota hari ini dipenuhi para peserta sayembara. Mereka datang dari berbagai daerah untuk mengutarakan idenya demi kebaikan kota. Sebelum masuk, peserta diperiksa satu per satu oleh sebuah robot penjaga guna pengecekan kebenaran identitas. Selanjutnya peserta diarahkan oleh staf walikota ke sebuah aula. Pada seleksi kedua ini, peserta diharuskan untuk mempresentasikan bagaimana cara kerja dari ide yang telah dibuat, demikian dengan estimasi anggarannya.

        Aegean menunggu gilirannya dengan berbincang pada beberapa peserta. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang kubu kanan yang berharap mendapatkan hadiah sayembara atau sekadar pekerjaan. Waktu mereka begitu luang, hingga dapat memikirkan berbagai ide dan datang ke kantor walikota. Tidak seperti kubu kiri yang sibuk dengan tugas dan pekerjaan membangun kota dengan berbagai teknologi canggih mereka. Mereka tidak memiliki waktu luang untuk sekadar mengikuti sayembara ini, tentu bagi mereka uang sebanyak itu tidak susah dicari.

        Kini giliran Aegean untuk mempresentasikan idenya di depan walikota. Aegean memasuki sebuah ruangan yang di dalamnya berisi walikota dan beberapa stafnya. Ia berdiri di depan dan kemudian memulai presentasinya.

        "Selamat siang, Pak Walikota. Seperti yang kita ketahui masalah penumpukan sampah yang kian hari makin meresahkan, perlu adanya sebuah penanganan yang tepat. Berbagai cara juga telah dilakukan oleh orang-orang hebat sebelumnya. Mereka menciptakan sebuah alat untuk mengolah sampah menjadi barang-barang lain, bahkan bahan bakar. Namun, seperti yang kita ketahui hal tersebut tetap menghasilkan sampah. Saya akui tidak dapat sehebat mereka, saya hanya ingin memberikan sebuah saran apa yang seharusnya kita lakukan," Aegean menghela napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya.

        "Pernah berpikir berapa banyak pohon yang telah kita tebang? Berapa banyak ekosistem yang telah hancur? Mereka tidak mati, Pak. Mereka bereinkarnasi menjadi sampah yang kita lihat sekarang. Saya pernah membaca bagaimana luasnya hutan pada masa lalu, dan berpikir bagaimana luasnya tumpukan sampah masa kini. Satu-satunya cara adalah berdampingan dengan keduanya, baik alam maupun sampah. Dalam prototipe ini, saya mengusulkan ide "Hutan Masa Depan". Gundukan sampah yang selalu saya lihat, mirip seperti gunung dan bukit. Kita juga bisa membuat pohon yang kokoh dari sisa besi..." belum selesai Aegean menjelaskan, Walikota memberi interupsi.

        "Butuh dana yang cukup banyak untuk strelisasi lahan seluas itu. Idenya juga kuno, tidak ada bantuan teknologi pada prototipe ini," ujar walikota tanpa basa-basi.

        "Kebetulan saya punya teman yang bisa membantu, Pak. Dia dari sektor teknologi dan bersedia membantu saya," Aegean menekan layar A-Watch miliknya untuk menelepon seseorang. Layar holografi memunculkan sesosok perempuan dengan rambut pendeknya.

        "Selamat siang, Pak Walikota yang terhormat. Perkenalkan saya Vanila Glaucous senang bertemu dengan Anda."


***


        Setelah adanya sayembara penanggulangan sampah, kota ini kini lebih tertata. Berbagai ide dan gagasan terbaik mulai direalisasikan. Ada beberapa proyek yang sedang berjalan, artinya tidak ada juara satu pada sayembara tersebut. Namun, bagi mereka yang idenya disetujui oleh walikota mendapatkan keistimewaan sekelas para ilmuwan di kota ini serta gaji yang cukup besar.

        Proyek terbesar adalah "Hutan Masa Depan" yang diusung oleh Aegean dan Vanila. Mereka berhasil menciptakan sebuah alat sterilisasi lahan dan karpet rumput raksasa untuk menutupi gundukan sampah. Proyek tersebut hampir rampung dan sudah dapat dinikmati oleh masyarakat kota.

        "Jadi, sekarang pengangguran bisa tetap dapat uang?" ujar Vanila dengan nada mengejek. Aegean yang tak mau kalah membalas, "Orang tamak memang selalu ada. Pekerjaan gaji besar tapi tetap mencari proyek dengan uang besar juga."

        "HAHAHA!" Mereka berdua tertawa bersama.

        "Mau apapun tujuannya, yang penting kita sudah membantu memperbaiki peradaban ini. Jika di masa depan akan lebih banyak tantangan, semoga generasi penerus kita bisa lebih kuat dan kreatif dari kita," jelas Aegean dengan bangga.


***





Siti Muspiroh_@pipppiii_

1 komentar:

  1. Waktu lihat judulnya bikin penasaran banget, ternyata saat baca ceritanya keren dan seruu. Apalagi saat di bagian bumi mulai terbagi menjadi dua kubu, kubu kanan dan kiri yang ternyata memiliki kemampuan berbeda. Keren!

    BalasHapus